Laman

Minggu, 27 November 2011

pilihan saya, kamu

saya tidak pernah salah memilih pasangan hidup saya.. walaupun orang bernyanyi sumbang setiap saya memilih.. saya yakin apa pun yang saya pilih dan Tuhan beri adalah yang terbaik untuk saya.. dan juga yang saya butuhkan

Minggu, 20 November 2011

the power of friendship

temenan tuh gak selalu mesti ketemu.. kadang ada saatnya gak bisa ketemu papasan muka, tapi tetep gada penghalang yang menimbulkan jarak.. biar jarang ketemu tapi pastinya kalo ketemu cerita tetep aja ngalir kaya yang tiap hari ketemu..

sahabatan sama dia tuh udah lama banget, dari jaman smp kelas satu.. dia tau siapa aja pria yang saya suka, tau siapa aja pacar-pacar saya terdahulu, tau metamorfosis saya dari jaman cupu sampe sekarang (masih cupu juga sih :p ) dia tau banget lah siapa saya.. sma sampai beberapa bulan lalu sempet kepisah jarak cilegon-bandung, tapi setiap saya pulang selalu nyempetin ketemu walau hanya satu jam.. saya juga tau berapa banyak mantan dia, lelaki-lelaki yang mendekati dia, cerita tentang keluarganya.. saya tau semuanya..

hingga dia adalah orang pertama yang saya temui seusai saya mengambil keputusan besar, yaitu menikah.. dia orang yang jauh tapi deket.. diapun begitu, saya adalah orang pertama yang dia hubungi begitu usai acara lamarannya..
dan yang bikin saya syok adalah, hari yang kita pilih hampir bersamaan.. saya hari sabtu dia minggunya.. ya ampuuuuuunnn... saking deketnya kita, harinya juga deketan.. :p
congrats ya dear, semoga dilancarkan sampe harinya.. (walau masih lama juga sih.. :p )

Jumat, 18 November 2011

puisi galau

aku mengenalmu sebagai sesuatu yang hinggap, menetap

aku sedang mencintaimu, persis seperti kemarin
mencintaimu adalah sebuah kebetulan yang disengaja oleh Tuhan

aku suka membaca garis-garis senja di matamu, hal yang selalu ingin kulakukan berlama-lama
aku selalu suka tatap matamu, sesuatu yang selalu kunikmati diam-diam dibalik percakapan panjang kita
aku selalu suka debar jantungmu, sesuatu yang kusimak di balik lingkar pelukku

setelah hujan, kita menghitung malam yang berkurang, mamacu rindu di atas tanah yang basah
kita menghabiskan waktu yang sia-sia, berusaha menutup rimdu yang sebenarnya sudah telanjang bulat

diambil dari @muhadkly

Rabu, 16 November 2011

dear daddy

Dear Daddy,
No matter where I go in life
Who I get married to
How much time I spend with guys
How much I love my boyfriend
You'll always be my number 1 man

Sincerely,
your little girl



kisah inspiratif untuk para istri dan suami

Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”

“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,

Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.

Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.

Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!


Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”

Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”

Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

sumber: http://bundaiin.blogdetik.com/2011/10/07/kisah-inspirasi-untuk-para-istri-dan-suami/


Selasa, 15 November 2011

waktu berlari cepat

gak kerasa banget waktu itu berganti.. seakan dia lari, ngebut seperti maling yang tertangkap basah beroperasi.. sekarang udah tanggal segini aja.. dan persiapan pernikahan saya masih jauh dari 100%..
sebenarnya harusnya saya gak mesti panik sih.. kan saya udah bayar WO untuk mengerjakan semua.. tapi saya tetep aja panik..

tapi satu per satu udah mulai diselesaikan sih.. kejelasan pakaian, desain undangan, dekorasi pelaminan.. alhamdulillah mbak salon yang dipilihkan WO saya orangnya baik dan sabar.. padahal saya nya cerewet dan banyak komplain.. salah satu tips untuk teman teman yang akan menikah.. pastikan memilih WO yang tepat dan memiliki jam terbang yang baik.. kalau tidak memakai WO pastikan salon yang kita pilih baik dan mau mengikuti keinginan kita.. karena ada saja salon yang sesuka hati memperlakukan calon pengantin seenaknya.. semisal mencukur alis tanpa ijin, pemasangan kerudung yang membuat kita kurang nyaman (untuk yang biasa memakai kerudung dan menutupi dada) atau riasannya yang bukannya membuat kita cantik malah kaya ondel-ondel.. kalo bisa ada test make up terlebih dahulu.. biar bisa tau gimana nanti ketika hari-H

ada hal yang lucu sewaktu saya mengoreksi desain undangan.. saya tetap berkomunikasi dengan dia, si calon suami.. tentang warna dan mengoreksi beberapa hal tentang konten di undangan.. kira kira seperti ini percakapan yang terjadi..

dia: "saya liat desain undangannya aja udah deg-degan"
saya: "oh ya? saya kok biasa aja ya.."
dia: "kenapa?"
saya: "saya biasa aja.. cuma masih gak percaya itu nama yang ada di situnama kamu dan saya"

ya ampuuuunn.. saya sebenernya masih gak percaya saya akan menikah.. dalam waktu dekat ini.. waktu benar benar terasa berlari.. perasaan baru kemarin saya main-main sama teman sma dan kampus.. sebentar lagi saya dihadapkan dengan kehidupan ibu ibu..melewati satu fase kehidupan baru,benar benar baru..
gak kerasa waktu berjalan cepat, tapi saya masih diam saja tanpa hasil yang berarti..

kamu bilang: "yang bergerak sebenarnya bukan waktu, tapi kita"


Kamis, 10 November 2011

here I am

here I am, waiting the "tik tok" ring...

sunset

suatu hari nanti, kamu dan saya... duduk bersama memandang matahari terbenam di sana..

nama belakang suami

biasanya wanita akan bangga menyantumkan nama belakang suaminya di belakang namanya. tapi belakangan ada yang mengatakan bahwa haram menyantumkan nama selain ayah di belakang nama anak berdasarkan qur'an surat Al Ahzab:5
Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah
nah.. karena itulah, ada pro dan kontra yang terjadi.. berikut ulasan ustad Salim A. fillah mengenai pernyataan haram itu      .. saya sharing yaaaa.. ini diambil dari akun twitter @salimafillah

1. Betulkah menggandeng #nama suami di belakang nama isteri diharamkan secara mutlak?
2. Padahal ianya adalah 'URF dalam identifikasi di negeri ini; dan betapa banyak para Masyaikh kitapun memakainya.
3. Kita tak bisa melupakan #Nama-nama mulia seperti; Nyai Walidah Ahmad Dahlan, Nyai Solikhah Wahid Hasyim, Nyai Nafisah Sahal.
4. Tentu saja; sesuatu tak serta merta jadi halal hanya karena orang besar melakukannya. Jadi mari kita telisik soal  #nama ini.
5. Dalam Islam; identifikasi terhadap seseorang luas & longgar. Bisa melalui hak Wala', mis: 'Ikrimah MAULA ibn 'Abbas.
6. ..pekerjaan –mis: al-Ghazzali (tukang tenun) -dengan ciri–seperti al-A’raj (si pincang), kuniyah-mis: Abu Muhammad..
7. ..dengan asal kota; Al Halabi, asal propinsi; Al Khurasani, bahkan juga dengan #Nama Ibu; Ibn Sumayyah (//'Ammar ibn Yasir).
8. Identifikasi #nama perempuan dengan suaminya diperkenalkan Al Quran melalui wanita tak baik (Imraatu Nuh, Imraatu Luth)..
9. ..juga wanita yang baik (Imraatu Fir'aun). Ini melengkapi Maryam binti 'Imran yang diidentifikasi dengan #nama Ayahnya.
10. Adakah contoh di zaman Nabi SAW penggunaan #nama suami untuk identifikasi wanita? ADA. Al Bukhari & Muslim meriwayatkan..
11. ..berkata Abu Sa'id Al Khudzri; "Telah datang Zainab ISTERI Ibnu Mas'ud kepada RasuliLlah untuk bertemu beliau..
12. ..maka beliau bertanya, "Zainab siapa?" Lalu dijawablah; "Zainab ISTERI Ibnu Mas'ud." Ujar beliau, "Persilakan dia!" 
13. Memang telah nyata dalil yang melarang memanggil anak dengan mengidentifikasinya yakni menasabkan kepada selain Ayah.
14. “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka.” (QS. Al-Ahzab [33] : 5)
15. Pemahaman terhadap ayat ini; haram memanggil Zaid IBN Muhammad, sebab Ayahnya jelas Haritsah. Maka Zaid IBN Haritsah.
16. Para 'ulama menjelaskan; terlarangnya penisbatan ini sebab berkaitan dengan konsekuensi hukum; waris, mahram, dll.
17. Di sisi ini; apakah penyebutan #Nama suami di belakang nama wanita seperti 'URF kita berkonsekuensi hukum seperti dimaksud?
18. Lebih jauh; bukankah kita tidak memakai BINTI tuk menggandeng #Nama isteri dengan suaminya; sedang inilah yang bermasalah? 
19. Nah; letak kemusykilan terjadi memang di banyak negeri yang berkebiasaan menggandeng #Nama anak & ayah tanpa BIN & BINTI. 
20. Misalnya Mesir & beberapa negeri Arab lain; #Nama Halimah binti Rasyid dalam dokumen resmipun hanya ditulis Halimah Rasyid.
21. Jika ybs menikah dengan Ibrahim; maka memakai #nama Halimah Ibrahim jadi BERMASALAH karena dikira ada BINTI di antaranya.
22. Adapun menyebutnya Halimah Rasyid Ibrahim dimungkinkan karena bisa dimaknai Halimah BINTI Rasyid ZAUJATU Ibrahim.
23. Maka fatwa 'Ulama di negeri-negeri itu cenderung mengharamkan #Nama 2 kata jika Nama isteri digandeng langsung Nama suami.
24. Apakah kebiasaaan demikian beserta konsekuensi hukumnya berlaku di negeri ini? Tidak. Kondisi & suasananya berbeda.
25. Kita di Indonesia menambahkan #Nama suami di belakang isteri bukan dalam rangka menafikan hubungan nasab dengan ayahnya.
26. Kita menggunakannya sekedar sebagai identifikasi; sebagaimana Nabi bertanya "Zainab yang mana?" dalam hadits di awal.
27. Ianya bahkan bermanfaat dalam pergaulan untuk menegaskan status seorang wanita agar lebih dikenal & tidak diganggu.
28. Ada nan bertanya, "Bukankah menggandeng #Nama dengan suami juga menjadi kebiasaan orang kafir?" Imam Ibn Nujaim Al Hanafi..
29. ..dalam Al Bahrur Ra'iq menjelaskan; "Penyerupaan terhadap orang kafir tidaklah diharamkan secara mutlak. Yang.."
30. ..diharamkan adalah menyerupai tindakan yang tercela & atau dengan maksud mengikuti mereka karena alasan yang batil.”
31. Akhi yang 'Alim @mamoadi mengingatkan saya tentang kaidah "Al 'Adah Muhakkamah; tradisi bisa menjadi hukum."
32. Demikianlah; Islam tak hendak mencerabut para Muslim dari tradisinya selama tidak bertentangan dengan Nash Syar'i. 
34. Yang kami sampaikan bukan fatwa, hanya uraian kecil dalam menunjukkan bahwa kadang hukum berubah; mengingat tempat & zaman.
35. Sebab 'illat (dasar tegaknya hukum, <~bukan hikmah: manfaat yang didapat darinya) kadang bersenyawa dengan zaman & tempat.

jadi kesimpulan yang saya dapat, untuk di negara Indonesia. nama belakang suami bisa diidentitaskan sebagai istri si fulan. jadi, saya akan tetap memakai nama belakangmu nanti insyaAllah..
*kedip centil :p

semoga bermanfaat.. Mereka yang memilih kehati-hatian, insyaaLlah lebih aman & selamat; terimalah doa pemuliaan kami. Tapi tentu saja soal menghalalkan & mengharamkan jauh lebih berat tanggungjawabnya daripada sekedar beramal jika telah memiliki hujjah.


Rabu, 09 November 2011

flash back

mari kita kembali mengingat beberapa bulan ke belakang.. dimana cerita ini bermula.. cerita kamu dan saya..

kisaran awal april kira-kira usai saya menghadiri salah satu resepsi pernikahan teman saya dan kamu, ada pesan yang masuk ke ponsel saya.. saat itu saya sedang ada jadwal kunjungan dokter.. pesan itu berisikan tentang pertanyaan  kesiapan saya untuk menikah.. saya jawab setelah saya selesai mengunjungi dokter dan tiba di rumah.. kala itu saya menjawab, 'saya siap insyaAllah, namun saya harus meminta ijin ayah dahulu'.. saya menjawb itu tanpa tahu siapa pria yang akan dijodohkan dengan saya..

lalu saya tau ternyata itu kamu, dan kamu juga tahu ternyata wanita yang dipilihkan itu saya.. maka kisah ini pun bermulai.. pertemuan awal setelah saat itu sangatlah canggung.. saya ingat sekali, waktu itu kita akan melakukan perjalanan ke pangandaran menghadiri pernikahan sahabatmu, seniorku. subuh itu saya dijemput di depan kampus, kamu duduk di depan di sebelah kursi kemudi.. saat itu canggung sekali rasanya, tapi saya selalu teringat pesan teh nisa.. 'yu, nanti kalo ketemu ayu duluan yang harus mencairkan suasana ya'
saya yang biasanya kalau bertemu kamu santai dan bercanda, saat itu saya mati kutu. mencoba bercanda tapi yang ada hanyalah "krik-krik momen".. tapi perjalanan mesti panjang, untung saja semua berjalan normal, paling tidak normal di mata teman teman yang lain..

lalu pertemuan kedua adalah bulan berikutnya,tepatnya tanggal 8 mei, bertempat di rumah teh nisa.. salah satu teman kamu dan saya, "jembatan" tepatnya.. saya gugup hari itu, bingung akan membicarakan apa, bertanya tentang apa. karena sesungguhnya saya sudah mengenal kamu walau tidak sebaik teman teman saya mengenal kamu.. tapi saya juga tidak berekspektasi berlebihan tentang kamu nanti, sehingga saya pun tidak terlalu penasaran tentang hal pribadi kamu.. (hahaha.. maaf kesannya saya gak peduli banget ya..) saat itu saya hanya membawa seporsi baso instan yang saya beli di supermarket, sedangkan kamu membawa banyak buah dan coklat untuk saya.. maafkan yaaaa, saya bingung mau bawa apa saat itu :p.. canggung itu masih ada, namun itu berangsur hilang saat kita berbicara santai ketika perjalanan pulang.. saya bercerita tentang pekerjaan baru saya lalu memamerkan gigi palsu baru saya ke kamu.. ya Tuhan, saya tidak waras saat itu sepertinya. mana ada seorang gadis memamerkan hal memalukan seperti gigi palsu ke bakal calon suaminya. tapi kamu tetap menerima, ah terimakasih ya :)

bulan berikutnya harusnya kita dijadwalkan bertemu lagi,tanggal 5 juni. tapi ternyata Tuhan menginginkan kita bertemu lebih cepat dan menginginkan sebuah kompromi antara kita berdua.. kamu ternyata harus pindah ke pulau sebrang, dan saya harus mengerti semua kondisi itu. lalu saya dan kamu memikirkan ulang bagaimana keberlanjutan ini. lalu kehidupan setelah pernikahan nanti kalau memang kita berjodoh. apakah saya akan ikut dia, atau berpisah. saya sebenarnya sudah punya keputusan, saya akan mengikuti suami saya kelak dimanapun dia tinggal, tapi orang tua saya pasti akan keberatan. orang tua pasti ingin selalu dekat dengan anak-anaknya, cucunya. kompromi ini berlangsung singkat antara saya dan kamu, hanya kurang dari 1jam. tapi kompromi saya dan batin saya cukup panjang. bukan karena enggan, melainkan saya khawatir jika jauh dari orang tua nanti saya tidak bisa mengurus diri sendiri,kamu,dan keluarga. saya hanya takut saya belum siap nanti, itu saja.

tapi waktu ternyata membuat semuanya menjadi semakin baik.. saya lambat laun menjadi siap menghadapi hidup di tempat asing. mulai merancang apa yang akan saya lakukan di sana. dan semakin hari saya semakin banyak tahu tentang kamu. waktu mengajarkan saya banyak hal, tentang hidup, tentang kamu..