menjadi fulltime ibu rumah tangga atau tetap berkarir setelah menikah adalah pilihan yang sulit dan harus dipikirkan matang-matang, menurut saya. keputusan tersebut tidak boleh berdasarkan paksaan dari pihak manapun, termasuk orangtua dan suami. karena keduanya memiliki beban dan konsekuensi masing-masing.
dua hari terakhir ini saya menemukan dua kasus yang hampir serupa, keduanya mengenai pilihan wanita setelah menikah. saya hanya menjadi pendengar saja, tidak bisa memberikan solusi, saya hanya bisa mensupport mereka saja, apapun keputusan mereka.
jadi kasus pertama adalah salah satu sahabat saya, dia wanita karir kebetulan nasibnya seperti saya (belum dikaruniai anak). dia bercerita sangat stress berada di lingkungan kantornya yang sangat tidak nyaman. baik dari segi sistemnya maupun individunya. dia mencoba bertahan di sana tapi sepertinya tidak mungkin jika terus menerus di tempat itu. ingin resign tapi hati masih ingin bekerja. ingin tetap bekerja tapi beda kantor, ada beberapa pertimbangan keluarga yang harus dipikirkan juga, intinya serba salah dia, tetap di kantor tapi hati dan pikiran kacau, ingin resign tapi ada maslaah keluarga yang menjadi penghalangnya.
dia sempat bertanya kepada saya, bagaimana rasanya jadi fullyime IRT, karena saya memang menginginkan itu ya saya katakan saya menikmati sekali, walau ada beberapa dukanya tapi karena saya menginginkan menjadi fulltime IRT, ya saya harus menerima konsekuensinya. yang saya lihat sih dia masih ragu juga untuk menjadi fulltime IRT
lain halnya dengan sahabat saya yang lainnya. dia dulu sempat bekerja, hampir satu tahun dia menikah dan hamil. otomatis dia harus resign karena harus pindah pula mengikuti suaminya yang berada di luar pulau jawa. dia resign di saat sedang senang-senangnya bekerja. sampai sekarang, hampir 2 tahun dia menjadi fulltime IRT. berbeda dengan saya, dia merasa terpenjara di rumah sendiri. dikarenakan masih ingin merintis karir. ditambah lagi sedikit sekali temannya sekarang dibanding dulu ketika bekerja, bisa dibilang sekarang temannya cuma saya. jadi dia sering sekali berangan-angan untuk kembali bekerja. tapi susah jugam karena dia memiliki batita yang masih membutuhkan pengawasan dan pendidikan, gak tega juga katanya untuk meninggalkan anaknya.
satu hari teman saya ini lihat ada lowongan pekerjaan yang pas untuk dia. sudah prepare segala macem untuk melamar bahkan untuk bekerja. tapi akhirnya tidak jadi karena memikirkan anaknya yang masih sulit untuk ditinggal. jadi terpaksa dia mengubur keinginan untuk berkarir, mungkin untuk selamanya.
dari dua cerita sahabat-sahabat ini, ditambah dengan pengalaman saya pribadi, kadang apa yang kita inginkan itu tidak selamanya bisa sempurna terlaksana. pasti akan ada ujiannya. jadi keputusan untuk berkarir atau menjadi fulltime IRT pun harus dipikirkan masak-masak, mau pilih yang mana. kalau sudah dipilih, dipersiapkan jalannya sambil bersiap menerima konsekuensinya. dan kalau sudah melaksanakan kesemuanya tapi masih belum tercapai, ya berarti memang itu yang terbaik buat kita.
tinggal kita mensyukuri apa yang sudah kita miliki, mencoba menikmati dengan apa yang kita hadapi, dan stop mengeluh, karena mengeluhpun tidak akan menyelesaikan masalah..
menjadi wanita karir dan fulltime IRT, keduanya baik, asala kita maksimal dalam menjalankannya, apapun itu :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar